Senin, 07 Maret 2011

MODUL IBADAH KELAS X SEMESTER 1

MODUL IBADAH

KELAS X













NAMA : ______________________
KELAS : ______________________


SMA MUHAMMADIYAH 1 KLATEN
2010



SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM


STANDAR KOMPETRENSI
Memahami sumber hukum Islam

KOMPETENSI DASAR

1.1 Menyebutkan pengertian kedudukan dan fungsi Al-qur’an, Al hadits sebagai sumber hukum Islam dan ijtihat sebagai metode penetapan.
1.2 Menjelaskan pengertian, kedudukan dan fungsi hukum taklifi dalam hukum Islam.
1.3 Menerapkan hukum taklifi dalam kehidupan sehari-hari

Kata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari kata mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma hukum. Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah. Selain menggunakan kata sumber, juga digunakan kata dalil yang berarti keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran. Selain itu, ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al Qur’an dan sunah Rasulullah SAW
Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti: “seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.


A. Al Qur’an
Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah. Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya. Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.
1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar
2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.
4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat

Isi kandungan Al Qur’an
Isi kandungan Al Qur’an dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.
1. Segi Kuantitas
Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa kata
2. Segi Kualitas
Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:
a. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam
b. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih
c. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku – perilaku tercela.
Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:
a. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya.
b. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.

Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:
1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.

Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman. Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.

B. Hadits
Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)

Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)

Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut.
1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an (Bayan Taqrir, Taqid, Isbat), sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya :
Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)
Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.
2. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum (Bayan At Tafsir). Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam Al Qur’an Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah sebagai berikut:
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al Maidah : 3)
Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)
3. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an (Bayan At Tasyri). Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Makbul, adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk Hadits Makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan
3. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
4. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi
Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:
1. Rawinya bersifat adil
2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal

C. Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada Muadz,” bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?”, muadz menjawab, “Saya akan menetapkan hukumdengan Al Qur’an, Rasul bertanya lagi, “Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Qur’an?” Muadz menjawab, “Saya akan tetapkan dengan Hadits”. Rasul bertanya lagi, “seandainya tidak engkau temukan ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab” saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri” kemudian, Rasulullah SAW menepuk-nepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menajdikan ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Qur’an dan hadits.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini:
1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum
2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits
3. mengetahui soal-soal ijma
4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.

Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam hubungan ini Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)
Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: ”… Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat” (HR Nashr Al muqaddas)
Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas. Ijma’ adalah kesepakatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasulnya dan ulil amri diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)
Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan demikian, ijma’ ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh ijam’ ialah mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi mushaf Al Qur’an, seperti sekarang ini
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an. Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:
1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan

Bentuk Ijtihad yang lain
• Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan
• Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
• Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an dan hadits
• Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.
• Al ‘Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya
• Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.

D. Pembagian Hukum dalam Islam
Hukum taklifi yaitu ketetapan Allah tentang perintah, larangan atau takhyir (pilihan).
Hukum dalam Islam ada lima yaitu :
a. Wajib (Ijab), yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa
b. Sunah (Mandub / Nadb), yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa
c. Haram (Tahrim) yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya:
Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
d. Makruh (Karahah), yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala
e. Mubah (Ibahah), yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.


LATIHAN
A. Pilih satu jawaban yang paling tepat dari pernyataan di bawah ini!
1. Generasi setalah tabi’in adalah …
a. Tabi’it Tabi’in
b. Tabi’at
c. Tabi’ut
d. Baiat
e. Sanad
2. Mewujudkan suatu hukum/ajaran yang tidak tercantum dalam Al Qur’an…
a. Bayan wat Takrir
b. Bayan wat
c. At Ta’kid
d. Bayan Wat Tafsir
e. Al Hasyir
3. Merinci ayat-ayat Al Qur’an yang masih samar dan umum ialah…
a. Bayan wat Tafsir
b. Bayan wat Tasyri
c. Siwak
d. Bayan wat Takrir
e. At Ta’kid
4. Al Qur’an merupakan pembeda antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk,sehubungan dengan itu Al Qur’an dinamakan …
a. Al Furqan d. Asy Syifa’
b. Adz Dzikir e. An Nur
c. At Tanzil
5. Salah satu fungsi hadits terhadap Al Qur’an adalah sebagai Bayan wat Tasyri yang artinya …
a. menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang masih umu
b. mempertegas/memperkuat hukum-hukum yang disebutkan dalam Al Qur’an
c. menghapus suatu hukum yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an
d. mewujudkan suatu hukum/ajaran yang tidak tercantum dalam Al Qur’an
e. memberi koreksi terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan denagn masalah hukum
6. Usaha mengumpulkan dan kondisifikasi Al Qur’an pada zaman Abu Bakar Ash Shidiq dan Usman bin Affan merupakan contoh dari bentuk ijtihad yang disebut …
a. qiyas
b. maslahah mursalah
c. istishah
d. ijma’
e. ‘urf
7. Allah SWT berfirman: وَ مَنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللهُ … merupakan dalil naqli tentang …
a. keharusan menaati ajaran para rasul
b. menaati Allah SWT berarti mempercayai adanya para rasul
c. menaati rasul berarti harus menaati Allah SWT
d. Allah SWT mengetahui siapa-siapa yang taat kepadanya dan siapa-siapa yang durhaka
e. Keharusan menjadikan hadits sebagai sumber huku Islam kedua setelah Al Qur’an
8. Hadits yang didasarkan atas segenap perilaku dan perbuatan nabi Muhammad SAW disebut hadits …
a. qauliyah
b. fi’liyah
c. taqririyah
d. qudsi
e. masyhur
9. Hukum taklify terbagi menjadi lima macam, kecuali…
a. At Tahrim
b. Al Ibadah
c. Al Ijab
d. An Nadb
e. Al Krahah
10. Ulama Islam yang hidup sesudah tahun 300 H sampai dengan sekarang disebut ulama …
a. salaf
b. khalaf
c. muallaf
d. nasikh
e. mansukh
11. Kata ijtihad dalam bahasa Arab berasal dari fiil madi …
a. ijtihad
b. ijtahada
c. yajtahidu
d. yajtahadu
e. ijtihadan
12. Orang yang melakukan ijtihad disebut …
a. mujahid
b. mujtahid
c. mujtahad
d. mujtahad fih
e. mujtahid fih
13. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oelh seseorang yang akan berijtihad …
a. bisa membaca Al Qur’an
b. bisa menafsiri Al Qur’an
c. mengetahui hadits nabi
d. mengetahui isi Al Qur’an tentang hukum
e. bisa menghafal Al Qur’an
14. Sahabat rasul yang pernah diperintahkan untuk memutuskan suatu perkara adalah …
a. Abu Bakar Shidiq
b. Umar bin Khattab
c. Usman bin Affan
d. Ali bin Abi Thalib
e. Khalid bin Walid
15. Kesepakatan para ulama tentang hukum suatu masalah yang belum diterangkan dalam Al Qur’an dan hadits disebut …
a. ijmak
b. qiyas
c. istihsan
d. istishab
e. istidfal
16. اَنْتُمْ اَعْلَمُ … دُ نْيَاكُمْ Kata yang tepat untuk melengkapi kalimat disamping adalah …
a. بِاَمْرِ
b. بِاُمُوْ رِ
c. اَمْرَ
d. اُمُوْ رِ
e. يَأْمُرُ
17. فَاغْتَبِرُوا يَآ اُوْلِى الاَبْصَارِ Ayat tersebut terdapat dalam surah …
a. Al Hasyr : 1
b. Al Hasyr : 2
c. Al Maidah : 4
d. Al Maidah : 2
e. Ali Imran : 4

18. Hukum dalam istilah fiqih disebut dengan …
a. syariat
b. syarak
c. tasyri
d. syar’i
e. i’tiqa
19. Pembagian hukum fiqih ada …
a. tiga macam
b. empat macam
c. lima macam
d. enam macam
e. tujuh macam
20. Perintah yang harus dikerjakan dinamakan …
a. wajib
b. sunah
c. makruh
d. mubah
e. haram

B. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan tepat dan benar!
1. Apakah yang dimaksud dengan hukum?
2. Jelaskan pengertian ijtihad!
3. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan berijtihad?
4. Ada berapakah macam-macam hukum dalam Islam? Jelaskan!
5. Apa yang dimaksud dengan mubah?
6. Ulama yang hidup smapai dengan tahun 300 H disebut ulama?
7. Golongan yang mengaku sebagai umat Islam tetapi tidak mengakui hadits/sunah disebut?
8. Sebutkan fungsi hadits terhadap Al Qur’an!
9. Apa yang dimaksud mansukh? Berikan contohnya!
10. Sebutkan lima bentuk ijtihad!

























THOHAROH


STANDAR KOMPETENSI
Memahami thoharoh

KOMPETENSI DASAR
2.1 Menjelaskan hadas kecil dan besar serta cara mensucikannya.
2.2 Menjelaskan macam-macam najis dan cara mensucikannya.
2.3 Membiasakan kaifiyah thoharoh dalam kehidupan sehari-hari

Thoharoh adalah menyucikan badan, pakaian, tempat dan najis dan menyucikan diri dan hadas. Alat untuk berthoharoh I bersuci yaitu air yang suci dan menyucikan atau debu untuk tayarnum dan batu untuk istinja. Tata cara thoharoh sangat penting dipahami kemudian diamalkan, karena amaliah thoharoh /bersuci menjadi syarat syahnya shalat. Ajaran Islam tentang thoharoh menunjukkan bahwa seorang muslim harus senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian.
Dalam Ilmu Fiqih, dijelaskan bahwa bersuci I thoharoh itu 2 macam, yaltu :
1. Sersuci dan hadas dengan wudhu, mandi atau tayamum
2. Bersuci dan nails meliputi badan, pakaian, dan tempat
A. Najis
Pengertian dan macam-macam Najis
Najis adalah segala sesuatu yang dipandang kotor oleh syariat Islam / hukum Islam, biasanya menempel pada badan, pakaian dan tempat.
Najis ada 3 macam
1. Najis Mukhofafah (najis ringan)
Contohnya: kena air kencing bayi laki-laki yang belum pernah makan dan minum kecuali ASI. Cara menyucikan: cukup disiram dengan air mutlak (dipercikkan).

2. Najis Mutawasithoh (najis sedang)
Contohnya: kena darah, kena kotoran hewan dan manusia, muntah-muntahan, bangkai dan minuman yang memabukkan. Najis Mutawasithoh ada 2 macam :
a. Najis Ainiyah yaitu najis yang dapat diketahui warna / bentuknya, bau dan rasanya cara menyucikannya: harus dengan air mutlak yang mengalir sampai hilang ujud dan bentuknya,
bau dan rasanya.
b. Najis Hukmiyah yaitu najis yang tidak dapat diketahui warna /bentuknya, bau dan rasanya, namun diyakini adanya. Seperti percikan air kencing yang sudah mengering, cara menyucikannya : dicuci dengan air suci yang mengalir tanpa harus hilang warna /bentuk, bau dan rasanya.
3. Najis Mugholadhoh (najis berat)
Contohnya: terkena air liur anjing dan babi. Najis yang bersumber dan anjing dan babi, baik jilatannya, air kencing, kotorannya, daging, darah dan bangkainya. Cara menyucikannya adalah dengan dicuci dengan air suci sebanyak 7 kali dan salah satunya adalah airnya dicampur dengan tanah/debu yang suci sampai hUang warna /bentuk, bau dan rasanya.

B. Hadas
Pengertian hadas dan macam-macam hadas
Hadas adalah segala sesuatu yang keluar dan kubul dan dubur yang menyebabkan bersuci dengan cara berwudhu, atau tayamum ataupun mandi.
Hadas ada 2 macam, yaitu : hadas kecil dan hadas besar
1. Hadas kecil yaitu keadaan yang menyebabkan bersuci dengan ara berwudhu atau tayamum (apabila ada halangan menggunakan air).
Adapun sebab-sebabnya :
a. Mengeluarkan sesuatu dan kubul dan dubur yaitu kencing dan berak.
b. Menyentuh dubur dan kubul dengan telapak tangan
c. Hilangnya akal karena tidur (tidak sambil duduk), epilepsi, gila, mabuk
d. Bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan yang sama-sama dewasa dan bukan muhrim.
2. Hadas besar yaitu keadaan yang menyebabkan bersuci dengan cara mandi junub/janabat atau tayamum (apabila ada halangan menggunakan air).
Adapun sebab-sebabnya :
a. Menstruasi / datang bulan atau haid bagi wanita
b. Nifas / mengeluarkan darah sehabis melahirkan
c. Keluarmani
d. Bersenggama I berhubungan suami istri
e. Metahirkan
f. Meninggal dunia

C. Wudhu dan Táyamum
1. Pengertian wudhu dan tayamum
Wudhu adalah bersuci menghilangkan hadas kecil dengan membasuhkan air ke anggota badan tertentu. Berwudhu adalah perintah wajib yang bersamaan dengan perintah shalat 5 waktu yaitu satu tahun sebelum hijrah. Dasar perintah wudhu adalah Al Qur’an Surat Maidah ayat 6 :
Artinya : “Wahal orang-orang beriman apabila kamu akan men gerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan kedua tan ganmu sampai siku dan usaplah sebagian kepalamu dan basuhlah kedua kakimu Sam pal dengan mata kaki”(QS. Al Maidah 6)
Berwudhu adalah wajib apabila akan melakukari hal-hal sebagai berikut :
a. Shalat, baik shalat fardhu, sunnah maupun shalat jenazah, sabda Nabi Muhammad saw yang artinya :
Artinya: “Allah fidak menerima shalat di antara kamu apabila berhadas sehingga Ia berwudhu” (HR. Bukhori Muslim)
b. Thawaf di Baitullah
c. Menyentuh atau membawa Al Qur’an (menurut jumhur ulama), selain hal tersebut di atas seperti zikir, akan tidurdan sebagainya adalah sunnah.
2. Syarat-syarat wudhu (sesuatu yang harus dilakukan sebelum wudhu) yaitu:
a. Islam
b. Mumayyiz (sudah bisa membedakan antar yang hak/ benar/ baik dengan yang bath ellsalah/ buruk).
c. Tidak berhadas besar
d. Menggunakan air yang suci dan yang menyucikan
e. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit anggota wudhu (cat, getah, him, dan lain-lain)
3. Rukun wudhu yaitu :

a. Niat
b. Membasuh muka dan tumbuh rambutturun ke bawah sampai ke dagu, ke samping anak telinga kanan dan kiri.
c. Membasuh kedua tangan sampai ke siku.
d. Mengusap sebagian kepala
e. Membasuh kedua kaki sampal mata kaki
f. Tertib/urut

4. Sunah-sunah wudhu I sesuatu yang utama dikerjakan dalam wudhu guna kesempurnaannya serta berpahala, namun apabila ditinggalkan wudhunya tetap syah, yaitu:
a. Membaca Basmallah di awal wudhu
b. Membasuh kedua telapak tangansampal pergelangan tangan
c. Berkumur
d. Bersiwak
e. Memasukkan air ke lubang hidung
f. Mengusap ke seluruh kepala
g. Menyilang atau menyilani anak jan-jan pada saat membasuh kedua tangan dan kaki
h. Membasuh anggota tubuh sebanyak tiga kali
i. Mendahulukan yang kanan atás yang kin saat membasuh anggota-anggota wudhu
j. Menggosok anggota wudhu hingga bersih
k. Tidak meminta pertolongan orang lain kecuali terpaksa
l. Menjaga agar percikan air tidak kembahi ke badan
m. Tidak bercakap-cakap selama sedang berwudhu
n Rerdna sesudah berwudhu.

5. Batalnya wudhu
Wudhu seseorang menjadi batal apabUa berhadas kecil.
Hal-hal yang membatalkan wudhu :
a. Kentut
b. Kencing
c. Berak
d. Keluarmani
e. Haid
f. Nifas
g. Bersetubuh
h. Hilang akal karena mabuk/gila
i. Tertidur
j. Menyentuh dubur dan kubul dengan telapak tangan
k. Sentuhan kulit laki-laki dan perempuan

6. Tata cara wudhu
a. Membaca basmallah sambil membasuh kedua telapak tangan sampal kepergelangan tangan.
b. Berkumur sampai tiga kali.
c. Memasukkan air ke lubang hidung dan mengeluarkannya kemball sampai tiga kali.
d. Berniat sambil membasuh muka dan tubuh rambut kepala ke bawah sampai dagu ke samping anak telinga kanan dan kiri Niat wudhu apabila dilafadzkan berbunyi:
Artinya: Saya berniat wudhu untuk menghilangkan hadas kecil, karena Allah Ta’ala
e Membasuh kedua tangan sampai dengan siku sebanyak tiga kali.
f. Mengusap sebagian kepala tiga kali.
g. Membasuh kedua telinga luar dan datam tiga kali
h. Membasuh kedua kaki sampal mata kaki
i. Berdoa sesudah wudhu


D. Thayamum
1. engertian tayamum
Tayamum adalah bersuci menghilangkan hadas kecil dan besar dengan dbu sebagai pengganti wudhu atau mandi, karena berhalangan dengan air. Caranya mengusapkan debu ke muka dan kedua tangan sampai ke siku. Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Maidah ayat 6.

Artinya : “Dan jika kamu junub rnandllah dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dan ternpat buang air atau rnenyentuh perempuan, lalu karnu tidak rnemperoleh air; maka tayamumlah dengan tanah yang baik/bersih, sapulah mukamu dan tanganrnu dengan tanah itu. (QS. Al Maidah 6).
2. Sebab-sebab tayamum
a. Karena sakit yang apabila terkena air sakitnya tambah parah.
b. Dalam perjalanan jauh yang sulit mendapatkan air.
c. Tidak ada air dan sudah mencarinya tetapi tidak mendapatkan sedangkan waktu shalat akan habis.
d. Udara sangat dingin yang dikhawatirkan mendatang madharot.
e. Ada air tetapi jumlahnya kurang mencukupi atau hanya untuk minum.
3. Syarat-syarat tayamum
a. Sudah masuk waktu shalat, karena tayamum hanya dapat digunakan untuk sekai sh&at fardhu.
b. Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukannya.
c. Menggunakan debu / tanah halus yang suci.
d. Tidak dalam keadaan haid dan nifas / bagi perempuan.
4. Rukun tayamum
a. Niat
b. Menyapu muka dengan debu I mengusapkan debu ke muka
c. Menyapu kedua engan sampai siku dengan debu
d. Tertib.
5. Sunah-sunah tayamum
a. Membaca Basmallah
b. Menghadap kibiat
c. Menipiskan debu di telapak tangan dengan menghentakkan menepukkanke punggung tangan
d Mendahuukan anggota yang kanan
e Menggosok sela-sela Jan tangan.
6. Batalnya tayamum
a. Semua yang membatalkan wudhu
b. Menemukan air sebelum melakukan shalat
7. Tata cara tayamum / kegiatan praktek
a.. Membaca Basmallah.
b. Meletakkan telapak tangan di atas debultanah yang tersedia dengani merenggangkannya. Tangan hendaknya ditekan agar debu menemp&kan ke teapak tangan.
c. Mengangkat kedua telapak tangan.
d. Menipiskan debu dengan menghentakkan atau menepukkan tangan ke punggung tangan.
e. Niat tayamum dalam hati seraya menyapu debu ke muka hingga merata sebagaimana wudhu. Niat Tayamum apabila dilafalkan :
“Saya bern/at tayamum agar diperbolehkan shalat karena Allah Ta ‘ala”.
f. Membersihkan debu yang tersisa di telapak tangan setelah diusapkan ke muka.
g. Meletakkan kembali kedua tangan ke debu (Sebagaimana nomor2)
h. Menipiskan debu dengan menghentakkan atau menepukkan tangan di punggung tangan.
i. Mengusahakan debu yang ada di telapak tangan kin ke tangan kanan sampai siku. Caranya : Telapak Jari tangan kiri ditempelkan ke punggung tangan kanan, tarik pelan-pelan kearah siku. Kemudian setelah sampai suku tangan berputar sehingga posisi telapak tangan kiri menempel bagian dalam tangan kanan dan terus tarik pelan-pelan kearah ibu jari tangan kanan.
j. Mengusapkan debu yang ada di telapak tangan kanan ke tangan kiri sampai siku/gerakan sama dengan tangan kiri.

E. Mandi Wajib I Mandi Besar
1. Pengertian mandi wajib
Mandi wajib ialah membersihkan (menyucikan). Dan hadas besar dengani menyerahkan air keseluruhan tubuh dengan mulai dan ujung rambut sampai mata kaki dengan fiat untuk menghilangkan hadas besar.
2. Hal-hal yang menyehabkan mandi wajib.
a. Bersetubuhan (sebadan) keluar mani atau tidak.Firman Allah SWT.

Artinya : “Apabila kamu junub, hendaklah bersuci (QS. Al Maidah : 6)
Raullullah Bersabda:
‘ApabiIa bertemu dua khitan maka sesungguhnya telah diwajibkan mandi meskipun.tidak keluar mani” (Riwayat Muslim)
b Keluar mani, baik keluarnya sebab mimpi atau sebab lain dengan sengaja atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan.
c. Mati orang Islam bagi muslim yang hidup, kecuali mati syahid, Rasulullah saw bersabda, “Dan lbnu Abas, sesungguhnya Rasulullah saw telah berkata tentang orang mati karena terlontar oleh untanya, kata beliau, “Mandikan olehmu akan dia den gan air dan bidara sabda Rasulullah saw (RiwayatBukhori Muslim)
d. Orang yang baru masuk Islam baik laki-laki maupun perempuan.
e. Haid, wanita yang telah selesai haid cepat mandi wajib agar dapat segera mengerjakan shalat.
f. Nifas, darah yang keluar dan kemaluan perempuan sesudah melahirkan.
g. Wludah (melahirkan) baik anak yang dilahirkan cukup umur maupun tidak(keguguran).
3. Rukun mandi wajib
a. Niat mandi wajib
b. Menyiramkan air ke seluruh badan dan ujung rambut sampal ujung kaki.
4. Sunnah mandi wajib
a. Membaca Basmallah pada permulaan mandi
b. enNudhu sebelum mandi
c. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan
d. Mendahulukan anggota yang kanan dan yang kin
e. Tertib
5. Tata cara mandi wajib
a. Membasuh kedua tangan tenlebih dahulu dengan niat karena Allah
b. Membasuh kemaluan-kemaluan dengan tangan kin, kemudian menggosokkan tangan ke tanah bila masih ada bekas mani.
c. Berwudhu sebagaimana hendak shalat
d. Membasahi airke pangkalan rambutdenganjari-jani
e. Menuangkan air ke atas kepala tiga kali dan diteruskan seperti mandi biasa.
f. Membasuh kedua kaki dimulai dengan kaki kanan daripada yang kiri. Lafal niat mandi wajib
Artinya:
Saya berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar karena Allah Ta’ala”
Niat atau doanya dibaca ketika menyinamkan air ke kepala (ubun-ubun hingga ke akar rambut sampai ke selunuh tubuh)

F. Fungsi Thoharoh
1. Menjadi hidup lebih sehat, sejahtera dan menyenangkan.
2. Memberikan hidup ebih percaya dri dalam pergaulan.
3. Menjadikan ketenangan dalam beribadah, sehingga ibadahnya diterima oleh Allah SWT.
4. Terbiasakan budaya hidup sehat, seperti kata pepatah Kebersihan pangkal kesehatan.
5. Menciptakan Iingkungan hidup yang sehat,


KAIFIYAH SHOLAT


STANDAR KOMPETENSI
Memahami kaifiyah sholat

KOMPETENSI DASAR
3.1 Menjelaskan kaifiyah sholat wajib dan sunnah.
3.2 Menjelaskan sanksi bagi yang meninggalkan sholat.
3.3 Membiasakan sholat wajib dan kegiatan sunnah setelah sholat wajib.

A. Syarat Wajib Shalat
Syarat-syarat yang mewajibkan shalat itu 3 hal :
1. Islam.
2. Baligh.
Seseorang dihukumi baligh jika didapati salah satu tanda :
a. Jika seseorang telah berumur 15 tahun qamariyyah / hijriyyah (meskipun belum bermimpi basah).
b. Atau bermimpi basah (sampai keluar air mani), baik dialami oleh laki-laki maupun perempuan yang telah berumur 9 tahun qamariyyah / hijriyyah (bulan Arab).
c. Atau telah keluar haid, bagi wanita yang telah berumur 9 tahun qamariyyah / hijriyyah (bulan Arab).
3. Berakal (tidak gila).

B. Syarat Sah Shalat
Shalat tidak sah kecuali jika telah terpenuhi syarat-syarat di bawah ini :
1. Telah masuk waktu shalat.
2. Menghadap kiblat.
3. Suci dari hadats kecil dan hadats besar.
4. Suci dari najis, baik yang ada di baju, badan, atau tempat shalat.
5. Menutup aurat.
Jika auratnya tersingkap ketika shalat, kemudian langsung ditutupi, maka shalatnya tetap sah. Adapun jika ditunda-tunda atau tidak segera ditutupi, maka shalatnya batal.
6. Mengetahui kefardluan / kewajiban hukum shalat. Jika dia bingung, shalat yang dikerjakannya wajib atau sunnah, maka shalatnya tidak sah.
7. Tidak menganggap hal yang wajib sebagai hal yang sunnah. Misalkan dengan menganggap hukum takbiratul ihram adalah sunnah, padahal hukum sebenarnya adalah wajib.

C. Tata cara Shalat
1. Berdiri tegak (bagi yang mampu) menghadap kiblat dan berniat ikhlas karena Allah. Pandangan mengarah pada tempat sujud. Kaki direnggangkan selebar bahu (sewajarnya) yaitu tidak terlalu lebar dan tidak terlalu sempit. (Gambar 1)

2. Membaca takbiral ihrom dengan membaca Allahu Akbar, seraya mengangkat tangan sejajar dengan bahu dan ibu jari hampir menyentuk pada daun telinga (didekatkan dengan daun telinga) (gambar 2)


3. Setelah itu bersekap dengan cara meletakkan tangan kanan di atas punggung telapak tangan kiri beserta pergelangan dan lengan tangan di atas dada (gambar 3)
4. Kemudian membaca (do’a iftitah ini hanya dibaca pada raka’at pertama), yaitu :
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِيْ وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ َبَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ،
اللَّهُمَّ نَقِِّنِيْ مِنَ خَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ،
اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِاْلمَاءِ وَالثَّلْجِ وَاْلبَرَدِ.
Artinya : Ya Allah jauhkanlah antara aku dan kesalahan – kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah bersihkan aku dari kesalahan – kesalahanku sebagaimana baju putih dibesihkan dari kotoran. Ya Allah cucilah aku dari kesalahan – kesalahanku dengan air bersih, salju dan embun.
Atau do’a yang lain :











Artinya : Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menjadikan semua langit dan bumi dengan tulus hati dan menyerahkan diri dan aku bukanlah golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya sholatku, pengabdianku, hidupku dan matiku adalah kepunyaan Allah yang menguasai semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya dan demikian aku diperintahkan dan aku termasuk orang – orang.


muslim. Ya Allah, Engkau raja. Tidak ada yang layak disembah melainkan Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku ini hambaMu. Aku telah berbuat aniaya terhadap diriku dan menguasai dosaku. Maka ampunilah dosaku semua, tidak ada yang dapat mengampuni dosa melainkan Engkau.
Dan berilah petunjuk kepadaku ke arah budi pekerti yang baik, tidak ada y ang dapat memberi petunjuk ke arah budi pekerti yang baik kecuali Engkau. Dan jauhkanlah dari padaku kelakuan yang jahat, tidak ada yang dapat menjauhkan dariku melainkan Engkau. Aku junjung dan patuhi perintahMu, sedang semua kebaikan itu berada di tanganMu dan kejahatan itu tidak (dibangsakan) kepada Mu. Aku senantiasa dengan Engkau dan kembali kepadaMu. Engkaulah Yang Maha Memberkati dan Maha Tinggi. Aku mohon ampun dab bertaubat kepadaMu.

5. Kemudian mohon perlindungan dengan membaca ta’awud yaitu
اَعُوْدُ بِا ﷲِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
dan membaca
   
Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Lalu membaca surat Al Fatikah yaitu :
                                    اَمِيْنْ
Artinya : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasaidi hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang Telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”

6. Setelah membaca surat Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca salah satu surat atau ayat Al Qur’an dengan tartil dan tadabbur, misal :
                •  
Artinya : Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

7. Kemudian mengakat kedua tangan seperti dalam takbiratul ihrom dan lakukan ruku’ sambil bertakbir dengan membaca “Allahu Akbar” seraya meluruskan punggung dengan tengkuk, kedua tangan diletakkan pada lutut dengan jari – jari direnggangkan (gambar 4) sambil membaca do’a.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ
Artinya : "Maha Suci Engkau ya Allah, dan dengan memuji-Mu Ya Allah ampunilah aku."
8. Kemudian berdiri tegak untuk i’tidal dengan mengangkat kedua tangan seperti pada takbiratul ihrom dengan membaca do’a :
سَمِِعَ اَﷲُ لِمَنْ حَمِدَهُ
“Allah mendengar orang yang memuji-Nya”.
Dan apabila telah berdiri tegak, kedua tangan kembali seperti posisi sebelum takbiratul ihrom (gambar 5) dan membaca do’a

رَبَّنَاوَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا.
Artinya : “Wahai Tuhan kami dan segala puji hanya milik-Mu,



9. Lalu bertakbirlah dan sujud dengan cara (a) meletakkan kedua lutut dan jari kaki di atas tanah (tempat sholat), (b) meletakkan kedua tangan, dahi dan hidung, (c) menekukkan jari – jari kaki ke arah kiblat dan (d) kedua tangan dari lambung dan mengangkat kedua sikut. Ketika sujud, telapak tangan diletakkan sejajar dengan bahu dan jari – jari tangan tidak dirapatkan dan tidak digenggamkan (gambar 6)





سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ
Artinya : "Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami. dan dengan memuji-Mu Ya Allah ampunilah aku."

10. Setelah sujud kemudian bangkit untuk duduk iftirosy (gambar 7a) sambil mengucapkan “Allahu Akbar” dan ketika duduk membaca do’a
اللَّهُمَّ اغْقِرْلِيْ وَارْحَمْنِيْ وَاجْبُرْنِيْ وَاهْدِنِيْ وَارْزُقْنِيْ
“Ya allah ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah aku, , berilah aku petunjuk, dan berilah aku rizki”.
Duduk iftisory atau duduk diantara dua sujud yaitu duduk di atas telapak kaki kiri dan menumpukkan (menegakkan) telapak kaki kanan serta meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut (gambar 7b)

11. Sujudlah untuk kedua kalinya dengan bertakbir dan membaca do’a seperti sujud pertama.
12. Kemudian bertakbirlah (membaca “Allahu Akbar”), lalu berdiri untuk raka’at yang kedua. Sebelum berdiri duduklah sebentar dilanjutkan menekankan kedua telapak tangan pada tempat sujud lalu berdiri.
13. Lakukanlah raka’at kedua seperti raka’at pertama langsung membaca surat Al Fatihah (tidak membaca do’a iftitah) dan dilanjutkan dengan membaca salah satu surat atau ayat Al Qur’an. Kemudian lakukanlah gerakan – gerakan (rukuk, i’tidal, sujud, duduk iftirosy) dan bacaannya seperti pada raka’at pertama.
14. Setelah selesai dari sujud kedua pada raka’at kedua, maka duduklah untuk tasyahud awal (tahiyat awal) seperti duduk iftirosy (duduk diantara dua sujud), kemudian leteakkan kedua tangan di atas kedua lutut, jari – jari tangan kiri di hamparkan, sedangkan jari kelingking, jari manis dan jari tengah digenggam, ibu jari menyentuh jari tengah dan jari telunjuk diacungkan saat memulai membaca : Attakhiyyatu lillah . . .)
15. Kemudian membaca tasyahud dan sholawat sebagai berikut :
اَلتَّحِيَّاتُ ِﷲِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اﷲِ وَبَرَكَاتُهُ، اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلٰى عِبَادِ اﷲِ الصَّالِحِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اﷲُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِمَ وَ عَلَى اَلِ إِبْرَاهِمَ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِمَ وَ عَلَى اَلِ إِبْرَاهِمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .
Artinya: Segala kehormaatan, shalawat dan kebaikan hanyalah kepunyaan Allah, semoga keselamatan terlimpah atasmu wahai Nabi dan juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Kiranya keselamatan tetap atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shalih; Aku bersaksi bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan) yang haq selain Allah dan aku bersaksi bahwasanya Muhammmad itu hamba dan utusan-Nya. Ya Allah berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibarahimdan keluarga Ibarahim. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibarahim dan keluarga Ibrahim di seluruh alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung."
16. Setelah selesai membaca tasyahud dan sholawat, bacalah do’a pilihan yang kau suka seperti :




Artinya : “Ya Allah, ali sudah banyak menganiaya diriku dan tiada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau. Maka ampunilah aku dan kasihanilah aku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
atau do’a :



Artinya : “Ya Allah, tolonglah aku untuk (selalu) ingat kepada-Mu, besyukur kepada-Mu dan bagusnya ibadah kepada-Mu”.
17. Kemudian berdirilah untuk raka’at ketiga dan keempat dan bertakbirlah (membaca “Allahu Akbar) sambil mengangkat tangan seperti takbiratul ihrom. Pada raka’at ketiga atau keempat ini hanya membaca al Fatihah saja (tidak membaca do;a iftitah dan surat atau ayat Al Qur’an).
18. Setelah sujud selesai pada raka’at terakhir (ketiga atau keempat), lakukan duduk tawaruk untuk tasyahud akhir dengan memasukkan (memajukan) kaki kiri di bawah kaki kanan, sedang telapak kaki kanan bertumpu (ditegakkan) dan ujung jarinya dihadapkan ke kiblat dan duduk dengan bertumpukan pantat di atas lantai
19. Kemudian membaca tasyahud dan sholawat seperti pada point 15 dilanjutkan membaca do’a
اَللَّهُمَّ اِنِّى اَعُوْذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فَتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فَتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.
Artinya: "Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahannam, dari siksa kubur, dari fitnahnya hidup dan mati, serta fitnahnya Al-Masihid Dajjaal."
20. Setelah itu bersalamlah dengan memalingkan muka ke kanan dan kekiri sampai pipi terlihat dari arah belakang, seraya membaca salam yaitu :
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اﷲِ وَبَرَكَاتُهُ. ×۲
“Semoga Allah melimpahkan keselamatan, rahmat dan barokah atas kamu sekalian”. 2X



D. ‘Udzur-Udzur Shalat
Udzur shalat adalah : halangan-halangan yang memperbolehkan seseorang mengakhirkan shalat dengan tanpa berdosa. Udzur shalat ada 4, yaitu:
1. Tidur.
Tidur menjadi udzur shalat jika sesorang tidur sebelum waktu shalat. Adapun jika dia tidur setelah masuk waktu shalat, maka tidurnya tersebut tidak menjadi alasan dia boleh mengakhirkan shalat. Kecuali jika telah menjadi kebiasaannya untuk bangun sebelum waktu shalat habis, atau telah berpesan kepada orang yang dipercayainya untuk membangunkannya sebelum habis waktu shalat.
2. Lupa
Lupa menjadi udzur shalat jika sebabnya adalah perkara yang boleh. Adapun jika sebabnya adalah perkara yang makruh atau yang haram, maka tidak dianggap sebagai udzur shalat.
3. Men-jama’ (mengumpulkan dua shalat)
Artinya : mendahulukan shalat dari waktunya, atau mengakhirkannya, karena di-jama’ (digabungkan dengan shalat yang lain), dengan alasan bepergian atau sakit. Contoh : Shalat Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Dzuhur (taqdim/mendahulukan), atau Dzuhur dan Ashar dikerjakan pada waktu Ashar (ta’khir/mengakhirkan), dengan syarat-syarat tertentu.
4. Dipaksa
Termasuk udzur shalat adalah apabila seseorang dipaksa dengan disertai ancaman untuk melakukan shalat di luar waktunya, dengan syarat-syarat tertentu, yaitu :
a. Adanya kemampuan orang yang memaksa untuk melakukan ancaman yang dikeluarkannya.
b. Ketidakmampuan orang yang dipaksa untuk menghindari ancaman yang ditujukan padanya.
c. Adanya sangkaan dari orang yang dipaksa bahwa jika dia tidak menuruti, maka orang yang memaksa akan benar-benar melakukan ancamannya.
d. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa orang yang dipaksa melakukan itu karena pilihan atau kehendaknya sendiri (misalkan dengan tujuan agar dia mempunyai alasan untuk bisa mengakhirkan shalat).

E. Hal-Hal yang Membatalkan Shalat
Yang membatalkan shalat ada 11 hal :
1. Berkata dengan sengaja.
2. Mengerjakan sesuatu yang banyak (yang bukan pekerjaan shalat).
3. Hadats besar (misalkan : keluar darah haid) atau hadats kecil (misalkan : kentut).
4. Kejatuhan najis.
5. Terbuka auratnya.
6. Mengubah niat.
7. Membelakangi kiblat.
8. Makan.
9. Minum.
10. Berdehem.
11. Murtad (keluar dari Islam).

F. Waktu-Waktu yang Diharamkan untuk Shalat
Waktu-waktu yang diharamkan untuk shalat ada 5, yaitu :
1. Mulai terbitnya matahari hingga naik seukuran tombak (sekitar 16 menit).
2. Ketika matahari pas di atas kepala / pas di tengah langit, hingga bergeser sedikit (waktunya sebentar saja).
3. Sejak langit menguning di sore hari hingga matahari terbenam.
4. Setelah melakukan Shalat Subuh hingga matahari terbit
5. Setelah melakukan Shalat Ashar hingga matahari terbenam.
Namun ada pengecualian, di mana shalat tidak diharamkan untuk dilakukan pada di lima waktu tersebut, yaitu :
- Shalat Qadla
- Shalat Sunnah yang didahului oleh sebab, seperti : shalat sunnah setelah wudlu, shalat tahiyyat masjid, dsb.
- Shalat sunnah yang sebabnya bersamaan, seperti : shalat Kusuf (Gerhana Matahari), shalat khusuf (Gerhana Bulan).







BAB-SEBAB TERJADINYA PERBEDAAN
PENDAPAT DALAM HUKUM ISLAM


STANDAR KOMPETENSI
Memahami sebab-sebab timbulnya perbedaan faham fiqih (pengayaan)

KOMPETENSI DASAR
4.1 Menjelaskan penyebab timbulnya perbedaan dalam fiqih (penggunaan metode dan faktor sosial)
4.2 Menjelaskan hikmah perbedaan faham dalam fiqih Islam

Di antara ayat-ayat Quran ada yang disebut ayat Muhkamat dan ayat Mutasyabihat. Ayat Muhkamat adalah ayat-ayat yang sudah jelas arti dan maksudnya serta mudah dipahami. Ayat ini disebut juga Qot’iy al-Dalalah, yaitu ayat yang artinya satu dan jelas serta bersifat absolut. Sedangkan ayat Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang belum jelas pengertiannya dan mengandung arti lebih dari satu. Sehingga untuk menentukan mana arti yang dimaksudkan ayat tersebut perlu diadakan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam. Ayat ini disebut juga Zonny al-Dalalah, yaitu ayat yang artinya tidak jelas dan boleh mengandung arti lebih dari satu.
Dari kedua macam ayat Quran tersebut di atas, ayat Mutasyabihatlah yang menyebabkan timbulnya pertentangan antara para ulama, karena dalam memahami ayat tersebut mereka berbeda pendapat. Perbedaan dalam memahami dan menginterpre-tasikan ayat Mutasyabihat inilah (di samping perbedaan dalam memahami isi Sunah yang tidak bersifat absolut) yang kemudian melahirkan aliran-aliran (mazhab) dalam Islam. Dalam teologi (ilmu kalam) lahir lima mazhab, yaitu: Khawarij, Murji’ah, Muktazilah, Asy’ariah, dan Maturidiah. Sedangkan dalam hukum (ilmu fikih) lahir beberapa mazhab, di antaranya, mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali (keempat mazhab ini adalah mazhab besar), serta mazhab-mazhab lainnya yang termasuk mazhab kecil, yaitu mazhab at-Tauri, an-Nakha’i, at-Tabari, al-Auza’i dan az-Zahiri. Khusus dalam bidang hukum Islam (fikih), hal tersebut di atas merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perbedaan pendapat. Masih banyak faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan pendapat dalam fikih. Faktor-faktor lain inilah yang penulis ingin bahas dalam makalah ini.

Faktor Penyebab Terjadinya Perbedaan Pendapat dalam Hukum Islam
Jika kita memasuki kawasan hukum Islam (fikih), maka kita tidak akan lepas dari terjadinya perbedaan pendapat dalam suatu masalah. Hal ini disebabkan obyek bahasan fikih biasanya adalah masalah-masalah ijtihadiyah, yaitu masalah yang untuk menen-tukan hukumnya harus dilakukan ijtihad lebih dahulu.
Sebagai contoh, dalam masalah hukum membaca Quran bagi orang yang sedang haid, terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ada yang mengatakan hukumnya tidak boleh, dengan alasan bahwa pada saat sedang haid, manusia dalam keadaan tidak suci dan ada Hadis yang melarangnya. Ada pula yang membolehkannya, dengan alasan tidak ada dalil yang menunjukkan ketidakbolehannya. Contoh lainnya adalah seorang istri yang ditalak tiga oleh suaminya. Istri yang dalam keadaan seperti ini tidak boleh dirujuk oleh suaminya kecuali jika ia telah menikah dengan suami baru dan suaminya yang baru itu telah menceraikannya. Inilah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Quran surat al-Baqarah (2): 230. Yang diperselisihkan adalah apakah istri dan suaminya yang baru itu harus melakukan persetubuhan terlebih dahulu sebelum mereka bercerai. Sebagian besar ulama berpen-dapat bahwa sebelum diceraikan, istri harus disetubuhi dahulu oleh suaminya yang baru. Akan tetapi Sa’ied ibn Musyayyab berpendapat bahwa suami pertama boleh menikah kembali dengan istrinya itu setelah diceraikan oleh suami barunya, walaupun belum disetubuhi. Kedua contoh ini merupakan masalah yang masuk dalam wilayah fikih. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukumnya, keduanya tidak luput dari terjadinya perbedaan pendapat.
Faktor penyebab terjadinya perbedaan pendapat dalam fikih sangat banyak, sehingga di antara para ulama terjadi perbedaan argumentasi tentang faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya perbedaan-perbedaan itu dalam fikih. Dalam makalah ini penulis mencoba menggabung argumentasi-argumentasi para ulama tersebut.
Di antara faktor penyebab terjadinya perbedaan pendapat itu adalah:
1. Perbedaan mengenai sahih dan tidaknya nash.
Kesahihan suatu nash (dalam hal ini Hadis) kadang-kadang diperdebatkan. Ada ulama yang mau menerima kesahihan suatu nash dan ada pula yang menolaknya. Hal ini terjadi karena mereka berbeda pendapat dalam menilai tsiqat (terpercaya) tidaknya seorang perawi, lemah tidaknya matan dan sanad suatu Hadis jika dibandingkan dengan matan dan sanad lain. Ada seorang mujtahid yang menggunakan suatu Hadis sebagai hujjah karena perawinya ia anggap dapat dipercaya, tetapi oleh mujtahid lainnya Hadis tersebut ditolak, karena, menurutnya, perawi Hadis itu tidak dapat dipercaya.
2. Perbedaan dalam memahami nash.
Dalam suatu nash, baik Quran maupun Hadis, kadang-kadang terdapat kata yang mengandung makna ganda (musytarak), dan kata majazi (kiasan), sehingga arti yang terkandung dalam nash itu tidak jelas. Terhadap nash yang demikian ini, para ulama berbeda-beda dalam memahaminya. Misalnya kata قُرُوْءٍ (qur¬’) dalam surah al-Baqarah (2): 228 mempunyai 2 arti, “suci” dan “haid”, sehingga dalam menafsirkan ayat tersebut para mujtahid berbeda pendapat. Di samping itu, perbedaan pemahaman ini juga disebabkan perbedaan kemampuan mereka satu sama lain.
3. Perbedaan dalam menggabungkan dan mengunggulkan nash-nash yang saling bertentangan.
Dalam suatu masalah kadang-kadang terdapat dua atau lebih nash yang bertentangan, sehingga hukum yang sebenarnya dari masalah tersebut sulit diputuskan. Untuk memutuskannya biasanya para ulama memilih mana nash yang lebih kuat (arja¥) di antara nash-nash itu, atau mencari titik temu di antara nash-nash tersebut. Dalam mengambil keputusan dan mencari titik temu inilah biasanya para ulama berbeda pendapat.
4. Perbedaan dalam kaidah-kaidah ushul sebagai sumber intinbath.
Para mujtahid, dalam memilih suatu Hadis atau mencari suatu dalil, mempunyai cara pandang dan metode yang berbeda-beda. Suatu Hadis, yang oleh seorang mujtahid dijadikan sebagai dalil dalam suatu masalah, mungkin saja ditolak oleh mujtahid lain dalam masalah yang sama. Hal ini disebabkan sudut pandang mereka terhadap Hadis itu tidak sama. Ada mujtahid yang mengambil perkataan atau fatwa seorang sahabat Nabi dalam memecahkan suatu masalah, tetapi ada pula mujtahid yang menolaknya, tidak mau mengambil fatwa sahabat tersebut. Begitu pula ada mujtahid yang menjadikan amaliah penduduk Medinah sebagai hujjah, tetapi oleh mujtahid lainnya ditolak. Hal ini karena mereka mempunyai metode yang berbeda dalam menentukan suatu hukum.

5. Perbedaan dalam perbendaharaan Hadis
Di antara para sahabat, kemungkinan besar, banyak yang koleksi Hadisnya tidak sama dengan sahabat lainnya. Hal ini karena tidak mungkin mereka selalu bersama-sama berkumpul atau mendampingi Nabi. Mungkin saja pada saat sahabat yang satu sedang bersama Nabi sedangkan sahabat yang lain tidak hadir, sehingga pada saat Nabi mengemukakan suatu masalah ia tidak tahu. Oleh karena di antara para sahabat sendiri koleksi Hadisnya tidak sama, maka sudah barang tentu di antara para mujtahid pun akan terjadi hal yang sama. Perbedaan koleksi Hadis yang dimiliki para mujtahid ini pada gilirannya akan menyebabkan mereka berbeda pendapat.
6. Perselisihan tentang ilat dari suatu hukum
Perselisihan para mujtahid mengenai ilat (`illah=sebab) dari suatu hukum juga merupakan salah satu sebab terjadinya perbedaan pendapat dalam fikih. Sebagai contoh, dalam Islam kita diperintahkan untuk berdiri jika bertemu dengan usungan jenazah. Para mujtahid berbeda pendapat tentang siapa jenazah itu, orang Islam, orang Kafir, atau kedua-duanya. Sebagian besar mujtahid berpendapat bahwa yang dimaksudkan adalah kedua-duanya, jenazah orang Islam dan Kafir. Jadi, umat Islam diperintahkan untuk berdiri jika bertemu dengan usungan jenazah, baik jenazah orang Islam maupun orang Kafir. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa perintah untuk berdiri itu hanya terhadap jenazah orang Kafir. Hal ini karena di dalam sebuah Hadis diterangkan bahwa pada suatu hari, ketika sedang berjalan, Rasulullah saw. bertemu dengan jenazah orang Yahudi, lalu beliau berhenti dan berdiri.

Sikap Kita Dalam Menghadapi Perbedaan Pendapat Dalam Hukum Islam
Perbedaan pendapat mengenai masalah-masalah yang ada dalam fikih harus disikapi dengan arif dan bijaksana. Kita tidak boleh bersikap apriori dengan langsung menyalah-kan satu pendapat dan membenarkan pendapat lainnya. Sikap apriori yang semacam ini dapat memicu terjadinya perpecahan di kalangan umat. Masalah yang biasanya menimbulkan perbedaan pendapat dalam fikih adalah masalah furu’iyah (cabang), bukan masalah pokok. Oleh karena itu, mempertajam pertentangan atau perbedaan pendapat dalam maslah cabang ini hanyalah membuang-buang waktu dan energi.
Sebenarnya di antara para imam mazhab sendiri tidak ada satu pun yang merasa pendapatnya paling benar. Mereka tidak saling menyalahkan, apalagi menjatuhkan. Bahkan di antara mereka tidak ada yang menyuruh orang untuk hanya mengikuti pendapat mazhabnya, karena mereka menyadari bahwa mereka hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan lupa. Imam Malik pernah berkata :
“Saya ini tidak lain, melainkan manusia biasa. Saya boleh jadi salah dan boleh jadi benar. Maka oleh sebab itu, lihatlah dan pikirlah baik-baik pendapat saya. Apabila sesuai dengan Kitab (Al Qur’an) dan Sunnah, maka ambillah ia dan jika tidak sesuai dengan Kitab dan Sunnah, maka tinggalkanlah ia.”
Imam Syafi’i pernah berkata kepada Imam Ar-Rabi’:
“Apa saja yang telah berlaku menurut sunnah Rasulullah s.a.w. padahal bersalahan dengan mazhabku, maka tinggalkanlah mazhabku itu karena sunnah itulah mazhab yang sebenarnya.”
Jadi jelaslah bahwa di kalangan imam mazhab sendiri tidak terjadi perselisihan, apalagi perpecahan. Mereka sebenarnya telah benar-benar memahami Hadis Rasulullah saw. yang berbunyi:
“Perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah suatu rahmat.”
Di sini Rasulullah memberikan isyarat kepada umatnya bahwa perbedaan pendapat itu pasti terjadi di antara sesama umat Islam. Dalam Hadis itu pula beliau mengajarkan umatnya bagaimana menyikapi perbedaan pendapat tersebut. Di sini tam-pak bahwa beliau ingin agar perbedaan pendapat itu justru mempersatukan umat, bu-kan masalah memecah-belah mereka. Carilah hikmah di balik perbedaan-perbedaan itu.












I. Pilihlah jawabanyangt paling benar dengan memberi tanda silang (X) huruf A, B, C, D atau E pada lembar jawaban yang tersedia.
1. Al Qur’an merupakan pembeda antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk,sehubungan dengan itu Al Qur’an dinamakan …
A. Al Furqan
B. Adz Dzikir
C. At Tanzil
D. Asy Syifa’
E. An Nur
2. Salah satu fungsi hadits terhadap Al Qur’an adalah sebagai Bayan wat Tasyri yang artinya …
A. menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang masih umum
B. mempertegas/memperkuat hukum-hukum yang disebutkan dalam Al Qur’an
C. menghapus suatu hukum yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an
D. mewujudkan suatu hukum/ajaran yang tidak tercantum dalam Al Qur’an
E. memberi koreksi terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan denagn masalah hukum
3. Pengertian thaharah secara istilah fiqih islam adalah membersihkan badan, pakaian, dan ….
A. Tempat kita sebelum melaksanakan shalat
B. Kiblat kita pada saat kita shalat
C. Waktu sebelum melaksnakan shalat
D. Rumah kita agar mengarah kiblat
E. Hati kita agar khusyu’ dalam shalat
4. Cara bersuci dari najis mutawasithah adalah benar-benar bersih dari hal-hal berikut, kecuali …..
A. Bau
B. Warna
C. Bentuk
D. Rupa
E. Ciri-cirinya
5. Shalat adalah ibadah yang diwujudkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu, disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dimulai ….
A. Dari isya’ sampai dengan maghrib
B. Dengan niat sampai berakhir salam
C. Dari terbit fajar sampai terbenam matahari
D. Dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam
E. Dengan wudlu serta cara-cara tertentu
6. Dalam kaifiyah atau cara-cara melaksanakan shalat, posisi membaca do’a iftitah itu pada saat ….
A. Niat shalat
B. Sebelum takbiratul ikhram
C. Duduk diantara dua sujud
D. Setelah takbiratul ikhram
E. Sebelum tahiyat awal
7. Menurut Muhammad Abu Al-Fatah Al – Bayanuni, perbedaan paham atau pendapat di kalangan kaum muslimin hanya terjadi pada wilayah
A. Furu’
B. Usul
C. Qat’i
D. Mujmal
E. Musytarak
8. Berikut ini adalah sebab-sebab terjadinya perbedaan paham dalam fiqih, kecuali …
A. Subut dan tidaknya dalil
B. Perbedaan pendapat dalam memahami dalil
C. Perbedaan dalam menyikapi dalil yang bertentangan
D. Perbedaan pendapat menyangkut kaidah-kaidah usul dan sebagaian dasar dalam menggali hukum
E. Perbedaan rasisme
9. Usaha mengumpulkan dan kondisifikasi Al Qur’an pada zaman Abu Bakar Ash Shidiq dan Usman bin Affan merupakan contoh dari bentuk ijtihad yang disebut …
A. qiyas
B. maslahah mursalah
C. istishah
D. ijma’
E. ‘urf
10. Allah SWT berfirman: وَ مَنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللهُ … merupakan dalil naqli tentang …
A. keharusan menaati ajaran para rasul
B. menaati Allah SWT berarti mempercayai adanya para rasul
C. menaati rasul berarti harus menaati Allah SWT
D. Allah SWT mengetahui siapa-siapa yang taat kepadanya dan siapa-siapa yang durhaka
E. Keharusan menjadikan hadits sebagai sumber huku Islam kedua setelah Al Qur’an
11. Hadits yang didasarkan atas segenap perilaku dan perbuatan nabi Muhammad SAW disebut hadits…
A. qauliyah
B. fi’liyah
C. taqririyah
D. qudsi
E. masyhur
12. Contoh thaharah batin adaah …..
A. Suci dari hadas dan najis
B. Suci jiwa dari khurofat dan tahayul
C. Suci badan, pakaian dan tempat
D. Suci pakaian dari najis
E. Tempat harus suci dari hadas
13. Yang tergolong hadas kecil adalah …..
A. Darah haid
B. Air besar
C. Darah nifas
D. Keluar air mani
E. Berkumpulnya suami istri
14. Cara bersuci dari hadas besar adalah …..
A. Wudlu
B. Tayamum
C. Mandi junub
D. Mandi jum’at
E. Mandi wajib
15. Contoh ibadah mahdhoh adalah ….
A. Shalat, zakat, rikaz
B. Shalat, puasa, haji
C. Syahadat, shalat, muamalah
D. Qurban, aqiqoh, dan jual beli
E. Shalat, umroh dan mudzorobah
16.
Hikmah shalat yang dijelaskan Allah dalam firmannya di atas adalah ….
A. Larangan berbuat mungkar
B. Mencegah keji dan mungkar
C. Orang munafik itu amat mungkar
D. Orang yang tidak shalat berarti mungkar
E. Shalat yang lalai sama dengan mungkar
17. Yang dimaksud shalat berjamaah adalah ….
A. Shalat yang dilaksanakan bersama-sama seorang menjadi imam yang lain menjadi makmum
B. Shalat bersama-sama di masjid
C. Shalat fardhu 5 kali sehari semalam
D. Shalat bersama sedikitnya 2 orang
E. Shalat yang dikerjakan bersama oleh beberapa orang laki-laki dan perempuan
18. Berikut ini termasuk beberapa nama imam madzab, kecuali ….
A. Imam Malik
B. Imam Abu Hanifah
C. Imam Al – Bukhari
D. Imam Syafi’i
E. Imam Hambali
19. Hukum taklify terbagi menjadi lima macam, kecuali…
A. At Tahrim
B. Al Ibadah
C. Al Ijab
D. An Nadb
E. Al Karahah
20. Orang yang melakukan ijtihad disebut …
A. mujahid
B. mujtahid
C. mujtahad
D. mujtahad fih
E. mujtahid fih
21. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan berijtihad …
A. bisa membaca Al Qur’an
B. bisa menafsiri Al Qur’an
C. mengetahui hadits nabi
D. mengetahui isi Al Qur’an tentang hukum
E. bisa menghafal Al Qur’an
22. Seseorang perempuan diharuskan mandi wajib setelah ….
A. Mengeluarkan sperma
B. Mimpi
C. Menyentuh kemaluan
D. Mengeluarkan darah haid
E. Tidur dan pingsan
23. Berikut ini adalah sesuatu yang membatalkan tayamum, yaitu ….
A. Mendapatkan air yang suci sebelum shalat dimulai
B. Mendapatkan imam sesudah selesai shalat
C. Menyentuh kemaluan dengan alas
D. Tidak tahan menggunakan air
E. Tidak tahan menggunakan debu
24. Jika tidak ada air kita boleh beristinja’ dengan menggunakan ….
A. Kaca
B. Alumunium
C. Tulang
D. Batu
E. Plastik
25.
Lafat di atas dibaca dalam shalat waktu ….
A. Berdiri sehabis membaca takbiratul ihrom
B. Rukuk’ pada rakaat kedua
C. Sesudah selesai I’tidal
D. Duduk iftirosy
E. Tasyahud awal
26. Dua orang akan melaksanakan shalat berjamaah, maka salah satu diantaranya menjadi imam dan satunya lagi sebagai makmum, maka posisi berdiri makmum yang benar adalah ….
A. Di belakang imam
B. Di belakang imam agak ke kanan
C. Di sebalah kiri
D. Di sebelah kanan sejajar dengan imam
E. Di sebelah kiri sejajar dengan imam
27. Shalat adalah ibadah yang diwujudkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu, disertai dengan ucapan-ucapan tertentu dimulai ….
A. Dari isya’ sampai dengan maghrib
B. Dengan niat sampai berakhir salam
C. Dari terbit fajar sampai terbenam matahari
D. Dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam
E. Dengan wudlu serta cara-cara tertentu
28. Perbedaan pendapat di kalangan kaum muslimin sudah terjadi semenjak zaman …..
A. Khalifah Abu Bakar
B. Khalifah Umar
C. Rasulullah
D. Tabi’in – tabi’in
E. Semenjak Rasulullah meninggal
29. Berikut ini adalah beberapa sikap terhadap perbedaan paham dalam fiqih, kecuali ….
A. Tidak menganggap fasiq, mubtadi’ dan kafir kepada pihak yang berselisih paham
B. Melakukan dialog yang sehatan dengan mengutamakan dalil dan argumentasi
C. Tidak memaksa kehendak atau paham kepada pihak lain
D. Tidak mengklaim kebenaran mutlak berada pada pihaknya
E. Orang yang tidak sepaham dianggap musuh yang harus dijauhi
30. Kesepakatan para ulama tentang hukum suatu masalah yang belum diterangkan dalam Al Qur’an dan hadits disebut …
A. ijmak
B. qiyas
C. istihsan
D. istishab
E. istidfal
31. Hukum dalam istilah fiqih disebut dengan …
A. syariat
B. syarak
C. tasyri
D. syar’i
E. i’tiqa
32. Pembagian hukum fiqih ada …
A. tiga macam
B. empat macam
C. lima macam
D. enam macam
E. tujuh macam
33. Perintah yang harus dikerjakan dinamakan …
A. wajib
B. sunah
C. makruh
Dd. mubah
E. haram
34. Bersuci dari hadas kecil dengan cara ….
A. Wudlu
B. Berkumur
C. Mandi
D. Mencuci
E. Berkumur
35. Arti potongan ayat di atas adalah ….
A. Jika kamu berhadas kecil maka berwudlulah
B. Jika kamu berhadas besar maka mandilah
C. Jika tidak ada air maka bertayamumlah
D. Jika kamu bangun dari tidur maka berwudlulah
E. Jika kamu sedang sakit maka bertayamumlah
36. Seseorang perempuan yang bajunya kena darah haid maka cara mennyucikannya adalah …
A. Perciki dengan air sampai basah
B. Dibasuh dengan menggosok dan menghilangkannya, sehingga hilang sifat-sifatnya dari rupa, bau dan rasanya dengan air yang suci.
C. Dicuci 7 kali salah satunya dengan menggunakan tanah.
D. Cukup dicelupkan saja dengan air yang suci
E. Direndam dahulu selama 8 jam, baru dicuci sampai bersih.
37.
Lafal di atas dibaca dalam shalat waktu ….
A. Setelah bangun dari rukuk
B. Rukuk
C. Sujud
D. Duduk diantara dua sujud
E. Takbiratul ikhram
38. Seseorang yang setiap hari melaksanakan shalat lima waktu, maka akan tercermin sikap yang ….
A. Enggan melakukan perbuatan keji dan mungkar
B. Puasa teratur dan ikhlas karena Allah
C. Suka beramal dengan harta yang dimilikinya
D. Suka menolong sahabat
E. Suka memberi sedekah
39. Menurut kesepakatan ulama fiqih, orang yang meninggalkan shalat dengan jalan mengingkari wajibnya sehingga tidak ada rasa keberatan dan penyesalan sedikitpun (kecuali bagi muslim yang belum mengetahui hukum wajibnya) maka orang tersebut dinyatakan ….
A. Murtad
B. Musyrik
C. Keluar dari Islam atau kafir
D. Syirik
E. Kufur
40.
Lafal di atas dibaca dalam shalat waktu ….
A. I’tidal dan takbiratul ikhram
B. Duduk diantara dua sujud
C. Duduk iftirosy
D. Sujud dan rukuk
E. Sehabis membaca iftitah


II. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan tepat dan benar!
1. Sebutkan fungsi hadits terhadap Al Qur’an !
2. Sebutkan lima bentuk ijtihad !
3. Sebutkan macam – macam najis, berikut contoh dan cara mensucikannya !
4. Jelaskan pengertian hukum taklifi dan sebutkan ragamnya!
5.
Jelaskan maksud dari firman Allah tersebut di atas !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar